Ngawi – Nasib seorang guru honorer di Kabupaten Ngawi mungkin tidak seberuntung teman-teman nya sesama guru. Hanya mendapatkan honor 350 ribu per bulan dengan mempunyai tiga anak.

Sri Hartuti, merupakan guru di SDN 2 Panen, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Ngawi itu selain berpenghasilan kecil, juga tinggal di rumah tak layak huni. Hanya berdinding anyaman bambu dan berlantai tanah di atas tanah Perhutani.

“Ya begini, rumah yang kami tinggali. Genting nya banyak yang bocor. Yang di kamar tidur kami pasangi seng biar sedikit nyenyak, ” ujar Sri.

Masih menurut Sri, selain bekerja sebagai guru, ia juga memelihara kambing untuk menyambung hidup. Namun, karena tidak ada lagi tempat, terpaksa kambing-kambingnya masuk ke rumah.

“Ya gimana lagi tidak ada tempat kok. Anak saya sering diejek temannya karena tidur dengan kambing,” ungkapnya.

Tetapi ejekan itu hanya dianggap angin lalu. Alasannya mempelihara kambing untuk membantu perekonomian. Terkadang dijual untuk membeli beras.

“Ya ndak papa diejek. Mereka belum tahu saja. Pas ndak punya uang ya saya jual untuk beli beras. Nanti kalau ada uang lagi beli lagi,” tambahnya

Lebih lanjut, ia mengaku hanya bisa memberikan pengertian pada ke 3 anaknya, jika saat ini Allah sedang menguji keluarga mereka, ketika anaknya mendapat ejekan tidur dengan kambing.

Dia berharap kelak ke 3 anaknya akan mengingat sulitnya hidup mereka saat ini saat mereka menjadi orang yang sukses.

“Biar mereka ingat bagimana rasanya menjadi orang tidak punya sehingga tidak sombong kalau sudah sukses,” terangnya.

Sri lalu berkisah, bagaimana dia memilih menjadi guru honorer sejak 2007 lalu. Waktu itu di desanya banyak siswa yang tidak bisa membaca.

Padahal siswa tersebut sudah duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar. Hal itu diperparah dengan orang tua siswa yang tinggal di kampung yang terpencil berada di tengah hutan jati juga buta huruf.

Sehingga mereka tidak bisa mengajari anaknya membaca. ”Jadi dulu sepulang sekolah saya beri pelajaran tambahan biar anak anak bisa membaca,” jelasnya.

Menurutnya sudah 14 tahun mengajar. Tetapi secara ekonomi kehidupannya tidak banyak berubah. Tapi disatu sisi, Sri senang karena banyak anak didiknya sukes.

“Ada yang jadi pengusaha di Jakarta. Ada juga yang menjadi polisi, ” bebernya.

Meski desa tempat tinggal mereka terpencil di tengah hutan jati, Sri Hartuti berharap generasi muda di desanya bisa menjadi generasi milenial yang mampu menjadi orang yang berprestasi di tengah perkembangan jaman melalui ilmu yang mereka miliki.

“Sekolah itu penting untuk menggapai sukses,” pungkasnya.(red)*

Komentar